Konsep ‘Feminine Energy’ Jadi Stereotip yang Gak Kita Sadari

 

“Lo gak boleh insecure dan harus selalu happy kalo mau jadi cewek feminin ”

“Cewek feminin tuh harus pake rok, gak boleh pake celana, apalagi kaos! Keliatan gak anggun.”

“Gue mau jadi independent woman, biar gak kayak si A yang menye-menye.”

Lo pernah baca atau bahkan denger kalimat itu dari temen cewek lo gak, Moods? Kalo pernah, mungkin sebagian dari lo bakal mikir mereka pick me atau lebay. Tapi sebenernya itu bentuk dari internalized misogyny.

Apaan tuh internalized misogyny?

Nah sebelum bahas itu, Minmoods mau bahas apa itu misogyny, nih. Misogyny atau misoginis adalah kebencian terhadap perempuan. Misoginis menganggap kalo perempuan tuh bodoh, konyol, lemah, pokoknya menanamkan pikiran dan hal-hal buruk terhadap perempuan. Perilaku misoginis ini bisa secara sadar atau gak sadar lo lakuin, apalagi Indonesia masih kental banget sama budaya patriarki dan hal itu udah jadi makanan sehari-hari. Komentar berlebihan, melecehkan, menyinggung perempuan, entah itu tentang kebiasaan, pakaian, make up, atau pekerjaan udah bisa dibilang misoginis.

Minmoods mau kasih contoh nyata yang keliatannya ‘biasa aja’, tapi sebenernya termasuk misoginis. Misalnya, lo ngerasa perempuan gak bisa jadi pemimpin karena terlalu emosional dan gak rasional. Apalagi kalo lo udah nikah dan ngerasa semua pekerjaan rumah adalah tanggung jawab perempuan, padahal pekerjaan itu sifatnya setara, alias laki-laki dan perempuan harus saling kasih kontribusi.

Oke… gue udah paham. Sekarang apa kolerasinya sama internalized misogyny?

Nah, internalized misogyny adalah opini atau tindakan ketika perempuan secara gak sadar menjatuhkan perempuan lain akibat dari sistem patriarki yang mendominasi kehidupan, aktivitas, motivasi, tindakan, pikiran, ideologi, penampilan fisik, dan peran perempuan. Mungkin bahasa familiarnya adalah ketika perempuan menyerang atau memojokkan perempuan lain yang dirasa kayak pick me girl. Internalized misogyny sering banget ditemuin, terutama dari perempuan yang berusaha keliatan unik atau superior tapi malah pilih cara ngejatuhin perempuan lain.

 

Contoh 'feminine energy' yang termasuk internalized misogyny. Ada wounded dan healthy feminine.

Terus apa hubungannya sama ‘feminine energy’?

Sebelum itu Minmoods mau tanya, deh. Pernah liat gak di TikTok, Instagram, atau socmed lainnya yang ngasih tips ‘cara jadi cewek feminin’? Dan ngingetin kita kalo penilaian feminin atau maskulin itu dari mana, sih? Apa dari potongan rambut, pakaian, atau cara berperilaku? Nah, konsep tentang feminine energy ini agaknya bikin bingung, karena setiap orang punya definisi sendiri-sendiri yang gak bisa jadi patokan buat manggil orang lain feminin atau gak feminin. Gak cuma itu, konsep ini muncul dari sistem patriarki, yang mana beberapa perempuan tanpa sadar bisa terjebak di dalamnya. Misalnya, ada yang pikir jadi feminin artinya harus punya sifat ceria atau perempuan harus pakai rok dan dress. Akibatnya, pikiran-pikiran kayak gini bisa menciptakan stereotip, tuntutan, dan bikin orang terperangkap dalam internalized misogyny.

Nah, konsep ini sebenernya udah melekat di masyarakat kita, banyak ekspektasi yang mengharuskan perempuan buat ngelakuin sesuatu sesuai stereotip yang dibentuk sama masyarakat. Jadi, daripada ikutan, mending kita ngurangin bahkan buang jauh-jauh internalized misogyny dengan mengubah cara kita memandang gender, yaitu dengan menghilangkan stereotip tentang bagaimana seharusnya perempuan berperilaku. Selain itu, berhenti aja deh ngritik atau menjatuhkan sesama perempuan hanya karena pengen keliatan ‘beda’. Jadi, jangan terlalu dipengaruhi sama harapan orang yang bilang “perempuan harus feminin.” Biarin aja kita tetep nyaman jadi diri sendiri tanpa harus terikat sama konsep feminin yang cenderung membatasi ya, Moods!

What's your reaction?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *